Antara Aku dan Leo Kristi

Memang ada apa antara aku dan Leo Kristi? Ga ada apa-apa. Kenal pun tidak šŸ˜€

Leo Kristi (LK) dikenal cukup lama menggauli Bandung. Dan aku cukup lama pula menggeluti dunia radio di Bandung. Tidak di waktu yang bersinggungan memang. Tapi tampaknya seperti menjadi kemustian untuk orang radio mengenali lagu. Sehingga pertanyaan semacam itu sering ditujukan padaku: tahu lagu-lagunya LK? Engga. Dan memang aku tak kenal LK. Sekali rasanya pernah kuambil lagunya ‘Lewat Kiaracondong’ untuk produksi rekaman radio, suatu kali dulu. Selebihnya kaset Leo Kristi kurasa hanya disentuh untuk kebutuhan tertentu, misalnya talk show dengan tema khusus.

Jadi ada apa antara aku dan Leo? Ada LKer, komunitas para pecinta karya Leo. Adalah jejaring sosial yang musti diakui banyak punya peran menjadi media melebarnya relasi. Perkenalan pertamaku dengan komunitas ini adalah melalui Mas-bang Ramdan Malik yang pernah posting catatan tentang konser Leo Kristi di Bandung pada jelang akhir 2010. Seorang kenalan sempat mengundang untuk hadir dalam konser tersebut. Sayang ketika itu tidak bisa hadir.

Kawan berikutnya adalah Uni Hilda, senior kampus yang suka bawa kaos LK kemana-mana. Sekedar untuk berfoto. Sebuah keanehan buatku šŸ˜€ Bertemu pula dengan Kang Igna Hadi, sebagai sesama warga Bandung.

Perjumpaan berikutnya dengan Mas Nasuha di Inggil Museum Resto Malang, dalam agenda launching album Artmoschestra: Nagara Kretagama United. Februari 2012. Sebuah kebetulan yang menyenangkan karena bertemu pula dengan Mbak Ninuk dan misuanya, Mas ET yang ternyata sekampung halaman. Kekerabatan yang asik.

Lalu perkenalan dengan anggota LKer lainnya, masih melalui fb: Ko Abing, Mas Rumlan Dwi, Abah Iim, Mas Heru, Mas Widhi, Bung Donny. Begitulah aku mengenal komunitas ini. Bicara sekadarnya, mencerna obrolan bernas sebagiannya, menikmati keakrabannya, meski kadang geuleuh dengan sejumlah obrolan lebay-nya ;p

Pada Sabtu, 30 Juni lalu aku hadir dalam pertemuan komunitas ini. Atas undangan Kang Igna.


Pertemuan berlangsung di sebuah cafe di Taman Ismail Marzuki. Jam setengah duaan aku baru tiba, tak berapa lama setelah mendarat dari perjalanan Pontianak-Jakarta. Suara musik menyambutku. Lagu Leo Kristi pastinya, meski aku tak tahu persis. Beberapa pemusik anggota komunitas memainkannya. Tapi lantas bukan hanya lagu-lagu LK tapi juga lagu-lagu era 60-70an yang relatif lebih kukenal.


Reriungin yang menarik. Dan buatku lebih menarik lagi, ketika aku terjebak dalam kelompok kecil, bermalam di rumah Abah Iim. Bersama Kang Igna dan Kan Ogut. Deuuuhhh…perjumpaan pertama yang ajaib.

Rupanya rumah Abah Iim sedang punya hajat. Pesta ultah 17 tahun sang keponakan. Teu bebeja nya si Abah teh.. kan jadi ga enak (basabasisangat). Tapi makanannya enak-enak sih šŸ˜€

si neng lg merenung *nuhun, kang igna*

***

Pada kali lain aku minta ditemani mas Widhi berkunjung ke rumah Mas Heru di Setu. Dua hari sebelum hijrah kembali ke Bandung. Aku pernah bilang untuk menjenguk Nemo, Tompel, dan si blacky (kok lupa ya namanya..).

Berkenalan pula dengan Mas Hera. Diawali dengan cerita: “Jadi saya mulai dekat dengan Heru itu waktu kelas 4 SD”.
Hah? Sebelumnya emang pisah? “Saya kan diangkat anak sama ibunya Heru”. Oh?!
Lalu: oh, aku dikerjain to.. oke deh.. dimaafkan. Apalagi setelah menikmati Piano Man dan Homburg. Sore di tepi setu yang nglangut dan indah sekaligus.


Dan akupun ‘terjebak’ di tengah keluarga ini. Menginap di Setu Babakan, bernyanyi bersama duo bapak-anak, bercanda bersama meong-meong dan gukguk, menikmati setu di pagi hari, dan tentu saja tak melewatkan kopi pagi.

ini mas heru yang ambil gambarnya ga fokus, atau memang orang2 yg difotonya yg ga fokus ya?

Begitulah aku mengenal komunitas ini. Hari-hari yang aneh tapi menggembirakan. Mungkin pengenalanku terhadap beberapa LKer ini tak mewakili komunitas secara keseluruhan. Apalagi mewakili Leo Kristi yang dikenal ‘ajaib’ itu. Bisajadi aku pun tak akan pernah menjiwai betul siapa LK karena tak pernah tumbuh bersama lagu-lagunya. Tapi melihat dari dekat kebersamaan komunitas ini, kurasa karya LK akan tetap terjaga. Melalui perjumpaan-perjumpaan untuk menularkan semangat patriotisme dan cinta yang sarat dalam lagu-lagu Leo. Semoga.

15 Comments

      1. Mbak Yoosca memang selalu memakai atribut cowok mungkin doi lebih cucok dipanggil ‘bang Yoosca’ ‘kali ya….. Nyamain bang Yos-nya Sutiyoso, hehehehe….

      1. Blacky…mimihitam…seperti nama nenek sihir dalam majalah Bobo
        Susu..adalah kucing Adinda si-Tompel
        terima kasih Bang Dhenok

Tinggalkan komentar